BAB 1
PRINSIP-PRINSIP
AQIDAH ISLAM
Dasar
Aqidah Islam adalah Iman kepada Allah, Iman kepada para Malaikat-Nya, Iman
kepada kitab-kitab-Nya, Iman kepada para nabi dan rasul-Nya, Iman
kepada hari akhir,serta Iman kepada takdir yang baik dan buruk,
sebagaimana telah ditunjukkan dalam Kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya. Allah berfirman dalam kitab suci-Nya,
وَالْمَلآئِكَةِ الآخِرِ وَالْيَوْمِ بِاللّهِ آمَنَ مَنْ الْبِرَّ وَلَـكِنَّ
وَالْمَغْرِبِ الْمَشْرِقِ قِبَلَ وُجُوهَكُمْ تُوَلُّواْ أَن الْبِرَّ لَّيْسَ
وَالنَّبِيِّينَ وَالْكِتَابِ
”
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaiakt, kitab-kitab, nabi-nabi …” (QS. Al Baqarah, 177)
Diantara
keimanan tersebut yang tertinggi adalah mengimani Allah, karena hal ini
sangatlah penting dan wajib hukumnya demi merealisasikan pengesaan terhadap
Allah dan menyempurnakan kecintaan kepada Allah, serta merealisasikan ibadah
kepada Allah semata.
Iman kepada Allah mengandung empat unsur, yaitu:
1.
Mengimani Wujud Allah
Wujud
Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ dan indera.
Bukti Fithrah tentang
wujud Allah adalah, bahwa iman kepada Sang Pencipta merupakan fithrah
setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berfikir atau belajar. Tidak akan
berpaling dari tuntutan fithrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya
terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Rasulullah e bersabda,
“Semua bayi dilahirkan dalam keadaan fithrah, ibu bapaknyalah yang
menjadikan ia Yahudi, Nashrani atau Majusi.” [HR. Al Bukhaari]
Bukti
Akal tentang wujud Allah adalah proses terjadinya semua
makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu, sekarang maupun yang akan datang,
pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya
sendiri dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Semua makhluk tidak
mungkin tercipta secara kebetulan, karena setiap yang diciptakan pasti
membutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk tersebut di atas
undang-undang yang indah, tersusun rapi dan saling terkait dengan erat antara
sebab dan musababnya. Semua itu menolak keberadaan seluruh makhluk secara
kebetulan, karena sesuatu yang ada karena kebetulan, pada awalnya tidak
teratur. Kalau makhluk tidak dapat menciptakan dirinya sendiri dan tidak
tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, bahwa makhluk-makhluk itu ada
yang menciptakan, yaitu Allah Rabb Semesta Alam.
Allah
menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath’i di dalam
Al Qur-an,
خَزَائِنُ عِندَهُمْ أَمْ - يُوقِنُونَ لَّا بَل وَالْأَرْضَ السَّمَاوَاتِ خَلَقُوا
أَمْ - الْخَالِقُونَ هُمُ أَمْ شَيْءٍ غَيْرِ مِنْ خُلِقُوا أَمْ
الْمُصَيْطِرُونَ هُمُ أَمْ رَبِّكَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun, ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan
langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka
katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau merekakah yang
berkuasa?” (QS. Ath-Thur, 35-37)
Sebagai
contoh, ketika ada orang yang datang kepada Anda dan bercerita tentang istana
yang dibangun, dikelilingi kebun-kebun, dialiri sungai-sungai dan dialasi oleh
hamparan karpet, serta dihiasi dengan perhiasan yang elok. Lalu, orang itu
mengatakan, bahwa istana dengan segala kesempurnaannya tersebut tercipta dengan
sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta. Maka, pasti Anda
tidak akan percaya dan menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta lagi
dungu. Kini, kami bertanya pada Anda, “Masih mungkinkah alam
semesta yang luas ini beserta apa-apa yang ada di dalamnya yang teratur
sedemikian indahnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?”
Bukti Syara‘ tentang wujud
Allah, adalah bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang hal itu.
Seluruh hukum yang mengandung ke-mashlahat-an manusia yang dibawa
kitab-kitab tersebut merupakan dalil, bahwa kitab-kitab itu datang dari
Rabb Yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala ke-mashlahat-an
makhlukNya.
Bukti
Indrawi tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Kita dapat mendengar
dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa, serta pertolongan-Nya
yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah.
Hal ini
menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah. Allah berfirman,
الْعَظِيمِ الْكَرْبِ مِنَ وَأَهْلَهُ فَنَجَّيْنَاهُ لَهُ
فَاسْتَجَبْنَا قَبْلُ مِن نَادَى إِذْ وَنُوحاً
“Dan (ingatlah
kisah) Nuh, sebelum itu, ketika ia berdo’a dan Kami memperkenankan do’anya,
lalu Kami selamatkan dia beserta pengikutnya dari bencana yang besar.” )QS.
Al-Anbiyaa, 76)
b. Tanda-tanda para nabi
yang disebut mukjizat, yang dapat disaksikan atau didengar oleh banyak orang.
Merupakan
bukti yang sangat jelas tentang wujud Yang Mengutus para nabi tersebut, yaitu
Allah. Karena hal-hal itu berada di luar kempampuan manusia. Allah
melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para rasul.
2.
Mengimani Rububiyah Allah
Mengimani rububiyah
Allah, maksudnya adalah mengimani sepenuhnya, bahwa Dia-lah
Rabb satu-satunya, tiada sekutu dan tiada penolong bagi-Nya.
Rabb adalah Yang berhak menciptakan, memiliki, serta
memerintah. Jadi, tidak ada Pencipta selain Allah, tidak ada Pemilik
selain Allah dan tidak ada Perintah selain perintah dari-Nya. Tidak ada makhluk
yang mengingkari ke-rububyiah-an Allah, kecuali orang yang yang
congkak, sedang ia tidak meyakini kebenaran ucapannya. Seperti yang
dilakukan Fir’aun, ketika berkata kepada kaumnya, “Akulah Tuhanmu
yang paling tinggi.” (QS. An-Naazi’aat, 24)
Nabi
Musa ‘alaihi `s salaam berkata kepada Fir’aun, “Sesungguhnya
kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu’jizat-mu’jizat itu,
kecuali Rabb yang memelihara langit dan bumi, sebagai bukti-bukti yang nyata.
Dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan
binasa.” (QS. Al-Israa’, 102)
Oleh
karena itu, sebenarnya orang-orang musyrik mengakui rububiyah
Allah, meskipun mereka menyekutukan-Nya dalam uluhiyah
(penghambaan). Allah berfirman,
يُؤْفَكُونَ فَأَنَّى
اللَّهُ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُمْ مَّنْ سَأَلْتَهُم وَلَئِن
“Dan
sungguh, jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan mereka?’
Niscaya mereka menjawab, ‘Allah.’ Maka, bagaimanakah mereka dapat dipalingkan
(dari menyembah Allah)?” (QS. Az-Zukhruf, 87)
Perintah
Allah mencakup perintah alam semesta (kauni) dan perintah syara’ (syar’i).
Dia adalah pengatur alam, sekaligus sebagai pemutus segala perkara, sesuai
dengan tuntutan hikmah-Nya. Dia juga pemutus peraturan-peraturan
ibadah, serta hukum-hukum mu’amalat sesuai dengan tuntutan
hikmah-Nya. Oleh karena itu, barangsiapa menyekutukan Allah dengan seorang
pemutus ibadah atau pemutus mu’amalat, maka berarti dia
telah menyekutukan Allah, serta tidak mengimani-Nya.
3.
Mengimani Uluhiyah Allah
Artinya,
benar-benar mengimani, bahwa Dia-lah Ialah yang benar dan
satu-satunya, tidak ada sekutu bagiNya. Al Ilaah
artinya ‘al ma’luh’, yakni sesuatu yang disembah dengan penuh
kecintaan, serta pengagungan.
الْحَكِيمُ الْعَزِيزُ هُوَ إِلاَّ إِلَـهَ لاَ بِالْقِسْطِ
قَآئِمَاً الْعِلْمِ وَأُوْلُواْ وَالْمَلاَئِكَةُ هُوَ إِلاَّ إِلَـهَ لاَ أَنَّهُ
اللّهُ شَهِدَ
“Allah
menyatakan, bahwasannya tidak ada Ilaah (yang berhak disembah) melainkan Dia,
Yang Menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Ilaah (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran, 18)
Allah
berfirman tentang Latta, Uzza dan Manat yang disebut Tuhan, namun
tidak diberi hak uluhiyah, “Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu
dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya Allah tidak menurunkan suatu keterangan
pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka. Dan
sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka.” (QS. An
Najm, 23)
Orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka
masih saja mengambil tuhan selain Allah. Mereka menyembah, meminta bantuan dan
pertolongan kepada tuhan-tuhan itu dan menyekutukan Allah.
Pengambilan tuhan-tuhan yang dilakukan orang-orang
musyrik ini telah dibantah oleh Allah dengan dua bukti, yaitu:
a.
Tuhan-tuhan yang diambil itu tidak mempunyai keistimewaan uluhiyah
sedikit pun, karena mereka adalah makhluk, tidak dapat menciptakan, tidak
dapat menarik kemanfaatan, tidak dapat menolak bahaya, tidak memiliki hidup dan
mati, tidak memiliki sedikitpun dari langit dan tidak pula ikut memiliki
keseluruhannya;
b.
Sebenarnya orang-orang musyrik mengakui, bahwa Allah adalah satu-satunya
Rabb, Pencipta, yang ditangan-Nya kekuasaan segala sesuatu. Mereka juga
mengakui,bahwa hanya Dia-lah yang dapat melindungi dan tidak ada yang dapat
melindungi-Nya. Ini mengharuskan pengesaan uluhiyah (penghambaan),
seperti mereka mengesakan rububiyah Allah.
4.
Mengimani Asma dan Sifat Alloh
Iman
kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah, yakni menetapkan nama-nama dan
sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya sendiri dalam kitab
suci-Nya, atau sunnah rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan
kebesaran-Nya tanpa tahrif (penyelewengan), ta’thil (penghapusan), takyif
(menanyakan bagaimana) dan tamsil(menyerupakan). Allah
berfirman,
يَعْمَلُونَ كَانُواْ
مَا سَيُجْزَوْنَ أَسْمَآئِهِ فِي يُلْحِدُونَ الَّذِينَ وَذَرُواْ بِهَا فَادْعُوهُ
الْحُسْنَى الأَسْمَاء وَلِلّهِ
“Hanya milik
Allah Asma-ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna
itu dan tinggalakanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raaf, 180)
Dalam
perkara ini ada dua golongan yang tersesat, yaitu:
a. Golongan
Muaththilah
Yaitu, mereka
yang mengingkari nama-nama Allah atau mengingkari sebagiannya saja. Menurut
perkiraan mereka, menetapkan nama-nama dan sifat itu kepada Allah dapat
menyebabkan tasybih (penyerupaan), yakni menyerupakan Allah
dengan makhluk-Nya. Pendapat itu jelas keliru, karena:
Sangkaan itu akan mengakibatkan hal-hal yang bathil
atau salah, karena Allah telah menetapkan untuk diri-Nya nama-nama dan
sifat-sifat, serta me-nafii-kan sesuatu yang serupa dengan-Nya.
b. Golongan
Musyabbihah
Yaitu, golongan
yang menetapkan nama-nama dan sifat-sifat, tetapi menyerupakan Allah
dengan nash-nash-Nya. Hal ini jelas keliru ditinjau dari beberapa hal,
antara lain:
Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya jelas merupakan
sesuatu yang bathil, menurut akal maupun syaraa’.
Padahal, tidak mungkin nash-nash kitab suci Al Qur-an dan
Sunnah Rasul menunjukkan sesuatu yang bathil.
Di antara
buah iman kepada Allah:
1. Merealisasikan
pengesaan Allah, sehingga tidak menggantungkan harapan kepada selain
Allah, tidak takut kepada yang lain dan tidak menyembah kepada selain-Nya;
2. Menyempurnakan
kecintaan terhadap Allah, serta mengagungkan-Nya sesuai dengan nama-nama-Nya
yang indah dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi;
3. Merealisasikan
ibadah kepada Allah dengan mengerjakan apa yang diperintah, serta menjauhi
apa yang dilarang-Nya.
LATIHAN
Jawablah pertanyaan-peranyaan di bawah ini:
1.
Bagaimana cara mengimani wujud Allah?
2.
Apa yang dimaksud mengimani rububiyah Allah?
3.
Tuliskan salah satu dasar hukum mengimani Rububiyah
Allah!
4.
Uraikan olehmu cara mengimani Uluhiyah Allah!
5.
Sebutkan dan jelaskan mengenai dua golongan yang
tersesat dalam mengimani Asma dan Sifat Allah!