Jumat, 27 Januari 2017

materi akidah akhlak



METODE-METODE
PENINGKATAN
KUALITAS AQIDAH


4 Langkah Untuk Meningkatkan Kualitas Keislaman Seorang Muslim

Agama Islam akan bermanfaat bagi setiap muslim setelah ia menjalankan tugas yang telah diwajibkan oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala.
Menurut Abu Umamah Abdurrohim bin Abdul Qohhar Al Atsary,  kewajiban setiap muslim terhadap agamanya itu ada 4 yaitu :
1. Mempelajari Islam (menuntut ilmu agama)
2. Mengamalkan ajaran Islam (berdasarkan ilmu yang sudah kita pelajari) pada diri kita sendiri
3. Mendakwahkan ajaran Islam kepada umat manusia agar taat pada agama Islam
4. Bersabar dalam mengamalkan ajaran Islam, dalam berdakwah dan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah.
Keempat tugas dan kewajiban ini telah Alloh subhanahu wata’ala sebutkan dalam firmanNya  (artinya) :
“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan merugi (celaka), kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran.” (QS, Al ‘Ashr: 1-3)
Imam As-Syafi’i berkata: “Seandainya semua manusia memikirkan apa yang ada di dalam surat ini (surat Al ‘Ashr), sesungguhnya surat ini mencukupi mereka”. Penjelasannya adalah bahwa martabat itu ada empat, dengan menyempurnakan keempatnya, maka seseorang mendapatkan puncak kesempurnaannya.

Berikut dibawah ini penjelasan singkatnya :
1. Mempelajari Islam (Berilmu)
Allah Subhanahu wa ta’ala mewajibkan setiap muslim untuk mempelajari agamanya secara terus-menerus, hingga akhir hayat, sebagaimana telah disabdakan Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam (artinya) :
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”
(HR. Ibnu Majah, Abu Ya’la, Thabrani, dan Al Albany telah menshohihkannya)
Adapun diantara sebab-sebab diwajibkannya belajar agama adalah :
  Kita tidak dapat menjalankan agama dengan baik dan benar kalau tidak belajar (memahami) terlebih dahulu dengan baik apa yang akan kita amalkan.  Orang yang tidak mau atau bermalas-malasan belajar agama tidak akan mendapatkan kebaikan.  Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda (artinya) :
   “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Alloh kebaikan baginya, maka Alloh akan mengkaruniakan kepahaman agama baginya”   (HR Al Bukhori).
     Al Imam Al Bukhori menafsirkan hadits ini dengan mengatakan : “Orang yang tidak mau belajar kaidah-kaidah Islam, terhalang baginya kebaikan”
 Ibadah atau amal shalih yang dicintai dan diridhoi Alloh Subhanahu wa ta’ala adalah jika amalan itu sesuai dengan (cara dan tujuan yang dijelaskan di) Al Qur’an dan As-Sunnah.  Maka kita wajib mempelajari Al Qur’an dan As-Sunnah karena keduanya menerangkan segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi Alloh subhanahu wata’ala untuk kita amalkan. Didalamnya juga diterangkan hal-hal yang dibenci dan dimurkai oleh-Nya yang harus kita jauhi dan tinggalkan.
     Rosululloh shalallahu alaihi wassalam menyampaikan pesan untuk seluruh umat Islam, melalui sabdanya (artinya) :
  “Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara, yang kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh dengan keduanya, yaitu kitabulloh dan sunnahku.  Keduanya tidak akan berpisah sampai kalian (bertemu) kembali denganku di telaga Al Haudh”  (Al Hadits).    
Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya) :
   “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36)
            Adapun ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim ada tiga yaitu mempelajari tentang Alloh subhanahu wata’ala, mempelajari tentang Nabi-Nya shalallahu alaihi wassalam, dan mempelajari tentang agama Alloh subhanahu wata’ala.


2.   Mengamalkan Ajaran Islam
Kewajiban setiap muslim setelah mempelajari ilmu agama adalah mengamalkan ilmunya.  Orang yang belajar agama tapi tidak mengamalkannya, tidak ada gunanya dan tetap berada dalam kesesatan dan murkan Alloh subhanahu wata’ala. 
Orang yang mengerti dengan baik ajaran Islam namun tidak mengamalkannya, sangat menyerupai orang Yahudi yang tahu kebenaran Islam tapi menyangkalnya, kemudian dilaknat Alloh subhanahu wata’ala. Adapun orang yang mengamalkan agama tetapi tidak diadasari ilmu yang benar, maka mereka menyerupai orang Nasrani (Kristen) yang beribadah dengan cara yang salah, dan telah dilaknat Alloh subhanahu wata’ala.


3.  Mendakwahkan ajaran Islam
Kewajiban selanjutnya adalah menyampaikan dan mengajak kaum muslimin untuk mempelajari Islam dengan baik kemudian mengamalkannya, juga mengajak orang-orang yang diluar Islam agar memeluk agama Islam yang jelas telah diridhoi Alloh Subhanahu wata’ala, yang akan menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.
Alloh subhanahu wata’ala telah menerangkan kewajiban berdakwah ini dalam firmanNya (artinya) :
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan peringatan yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik”  (QS An Nahl : 125)


4.  Bersabar dalam menjalankan kewajiban beragama
Bersabar artinya menahan hawa nafsu untuk taat dan tidak bermaksiat kepada Alloh subhanahu wata’ala serta tidak mencela dan membenci takdir Alloh subhanahu wata’ala.
Sabar itu ada 3 macam :
Bersabar ketika menjalankan ketaatan kepada Alloh subhanahu wata’ala
Bersabar ketika menjauhi larangan dan maksiat
Bersabar ketika menerima ujian dan cobaan dari Alloh subhanahu wata’ala
            Demikianlah, inilah empat tugas dan kewajiban bagi setiap muslim agar agamanya bermanfaat pada dirinya dengan baik, yaitu mempelajari agama, mengamalkannya, mendakwahkannya dan bersabar.



LATIHAN
Jawablah pertanyaan-peranyaan di bawah ini:
1.      Jelasakan langkah-langkah meningkatkan kualitas keIslaman seseorang!
2.      Apa saja yang merupakan sebab diwajibkannya mempelajari agama?
3.      Seorang Muslim wajib mengamalkan keislamannya. Mengapa?
4.      Bagaimana cara berdakwah dalam menyebarkan ajaran Islam?
5.      Sebutkan macam-macam sabar!

pelajaran akidah akhlak



PRINSIP-PRINSIP
AQIDAH ISLAM


Dasar Aqidah Islam adalah Iman kepada Allah, Iman kepada para Malaikat-Nya, Iman kepada kitab-kitab-Nya, Iman kepada para nabi dan rasul-Nya, Iman kepada hari akhir,serta Iman kepada takdir yang baik dan buruk, sebagaimana telah ditunjukkan dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Allah berfirman dalam kitab suci-Nya,
وَالْمَلآئِكَةِ الآخِرِ وَالْيَوْمِ بِاللّهِ آمَنَ مَنْ الْبِرَّ وَلَـكِنَّ وَالْمَغْرِبِ الْمَشْرِقِ قِبَلَ وُجُوهَكُمْ تُوَلُّواْ أَن الْبِرَّ لَّيْسَ
 وَالنَّبِيِّينَ وَالْكِتَابِ
 ” Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaiakt, kitab-kitab, nabi-nabi …” (QS. Al Baqarah, 177)
Diantara keimanan tersebut yang tertinggi adalah mengimani Allah, karena hal ini sangatlah penting dan wajib hukumnya demi merealisasikan pengesaan terhadap Allah dan menyempurnakan kecintaan kepada Allah, serta merealisasikan ibadah kepada Allah semata.
Iman kepada Allah mengandung empat unsur, yaitu:

1. Mengimani Wujud Allah
Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ dan indera.
Bukti Fithrah tentang wujud Allah adalah, bahwa iman kepada Sang Pencipta merupakan fithrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berfikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fithrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Rasulullah e bersabda, “Semua bayi dilahirkan dalam keadaan fithrah, ibu bapaknyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nashrani atau Majusi.” [HR. Al Bukhaari]
Bukti Akal tentang wujud Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu, sekarang maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan, karena setiap yang diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk tersebut di atas undang-undang yang indah, tersusun rapi dan saling terkait dengan erat antara sebab dan musababnya. Semua itu menolak keberadaan seluruh makhluk secara kebetulan, karena sesuatu yang ada karena kebetulan, pada awalnya tidak teratur. Kalau makhluk tidak dapat menciptakan dirinya sendiri dan tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, bahwa makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Rabb Semesta Alam.
Allah menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath’i di dalam Al Qur-an,
خَزَائِنُ عِندَهُمْ أَمْ - يُوقِنُونَ لَّا بَل وَالْأَرْضَ السَّمَاوَاتِ خَلَقُوا أَمْ - الْخَالِقُونَ هُمُ أَمْ شَيْءٍ غَيْرِ مِنْ خُلِقُوا أَمْ
  الْمُصَيْطِرُونَ هُمُ أَمْ رَبِّكَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau merekakah yang berkuasa?” (QS. Ath-Thur, 35-37)
Sebagai contoh, ketika ada orang yang datang kepada Anda dan bercerita tentang istana yang dibangun, dikelilingi kebun-kebun, dialiri sungai-sungai dan dialasi oleh hamparan karpet, serta dihiasi dengan perhiasan yang elok. Lalu, orang itu mengatakan, bahwa istana dengan segala kesempurnaannya tersebut tercipta dengan sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta. Maka, pasti Anda tidak akan percaya dan menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta lagi dungu. Kini, kami bertanya pada Anda, “Masih mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta apa-apa yang ada di dalamnya yang teratur sedemikian indahnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?”
Bukti Syara‘ tentang wujud Allah, adalah bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang hal itu. Seluruh hukum yang mengandung ke-mashlahat-an manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil, bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb Yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala ke-mashlahat-an makhlukNya.

Bukti Indrawi tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.     Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa, serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah.
Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah. Allah berfirman,
الْعَظِيمِ الْكَرْبِ مِنَ وَأَهْلَهُ فَنَجَّيْنَاهُ لَهُ فَاسْتَجَبْنَا قَبْلُ مِن نَادَى إِذْ وَنُوحاً
 “Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu, ketika ia berdo’a dan Kami memperkenankan do’anya, lalu Kami selamatkan dia beserta pengikutnya dari bencana yang besar.” )QS. Al-Anbiyaa, 76)
b.     Tanda-tanda para nabi yang disebut mukjizat, yang dapat disaksikan atau didengar oleh banyak orang.
Merupakan bukti yang sangat jelas tentang wujud Yang Mengutus para nabi tersebut, yaitu Allah. Karena hal-hal itu berada di luar kempampuan manusia. Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para rasul.

2. Mengimani Rububiyah Allah
Mengimani rububiyah Allah, maksudnya adalah mengimani sepenuhnya, bahwa Dia-lah Rabb satu-satunya, tiada sekutu dan tiada penolong bagi-Nya.
Rabb adalah Yang berhak menciptakan, memiliki, serta memerintah. Jadi, tidak ada Pencipta selain Allah, tidak ada Pemilik selain Allah dan tidak ada Perintah selain perintah dari-Nya. Tidak ada makhluk yang mengingkari ke-rububyiah-an Allah, kecuali orang yang yang congkak, sedang ia tidak meyakini kebenaran ucapannya. Seperti yang dilakukan Fir’aun, ketika berkata kepada kaumnya, “Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.” (QS. An-Naazi’aat, 24)
Nabi Musa ‘alaihi `s salaam berkata kepada Fir’aun, “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu’jizat-mu’jizat itu, kecuali Rabb yang memelihara langit dan bumi, sebagai bukti-bukti yang nyata. Dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa.” (QS. Al-Israa’, 102)
Oleh karena itu, sebenarnya orang-orang musyrik mengakui rububiyah Allah, meskipun mereka menyekutukan-Nya dalam uluhiyah (penghambaan). Allah berfirman,
 يُؤْفَكُونَ فَأَنَّى اللَّهُ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُمْ مَّنْ سَأَلْتَهُم وَلَئِن
 Dan sungguh, jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan mereka?’ Niscaya mereka menjawab, ‘Allah.’ Maka, bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. Az-Zukhruf, 87)
Perintah Allah mencakup perintah alam semesta (kauni) dan perintah syara’ (syar’i). Dia adalah pengatur alam, sekaligus sebagai pemutus segala perkara, sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya. Dia juga pemutus peraturan-peraturan ibadah, serta hukum-hukum mu’amalat sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya. Oleh karena itu, barangsiapa menyekutukan Allah dengan seorang pemutus ibadah atau pemutus mu’amalat, maka berarti dia telah menyekutukan Allah, serta tidak mengimani-Nya.

3. Mengimani Uluhiyah Allah
Artinya, benar-benar mengimani, bahwa Dia-lah Ialah yang benar dan satu-satunya, tidak ada sekutu bagiNya. Al Ilaah artinya ‘al ma’luh’, yakni sesuatu yang disembah dengan penuh kecintaan, serta pengagungan.

الْحَكِيمُ الْعَزِيزُ هُوَ إِلاَّ إِلَـهَ لاَ بِالْقِسْطِ قَآئِمَاً الْعِلْمِ وَأُوْلُواْ وَالْمَلاَئِكَةُ هُوَ إِلاَّ إِلَـهَ لاَ أَنَّهُ اللّهُ شَهِدَ

 “Allah menyatakan, bahwasannya tidak ada Ilaah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Ilaah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran, 18)
Allah berfirman tentang Latta, Uzza dan Manat yang disebut Tuhan, namun tidak diberi hak uluhiyah, “Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka. Dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka.” (QS. An Najm, 23)
Orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka masih saja mengambil tuhan selain Allah. Mereka menyembah, meminta bantuan dan pertolongan kepada tuhan-tuhan itu dan menyekutukan Allah.
Pengambilan tuhan-tuhan yang dilakukan orang-orang musyrik ini telah dibantah oleh Allah dengan dua bukti, yaitu:
a. Tuhan-tuhan yang diambil itu tidak mempunyai keistimewaan uluhiyah sedikit pun, karena mereka adalah makhluk, tidak dapat menciptakan, tidak dapat menarik kemanfaatan, tidak dapat menolak bahaya, tidak memiliki hidup dan mati, tidak memiliki sedikitpun dari langit dan tidak pula ikut memiliki keseluruhannya;
b. Sebenarnya orang-orang musyrik mengakui, bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb, Pencipta, yang ditangan-Nya kekuasaan segala sesuatu. Mereka juga mengakui,bahwa hanya Dia-lah yang dapat melindungi dan tidak ada yang dapat melindungi-Nya. Ini mengharuskan pengesaan uluhiyah (penghambaan), seperti mereka mengesakan rububiyah Allah.       

4. Mengimani Asma dan Sifat Alloh
Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah, yakni menetapkan nama-nama dan sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya sendiri dalam kitab suci-Nya, atau sunnah rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran-Nya tanpa tahrif (penyelewengan), ta’thil (penghapusan), takyif (menanyakan bagaimana) dan tamsil(menyerupakan). Allah berfirman,
 يَعْمَلُونَ كَانُواْ مَا سَيُجْزَوْنَ أَسْمَآئِهِ فِي يُلْحِدُونَ الَّذِينَ وَذَرُواْ بِهَا فَادْعُوهُ الْحُسْنَى الأَسْمَاء وَلِلّهِ
 “Hanya milik Allah Asma-ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu dan tinggalakanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raaf, 180)

Dalam perkara ini ada dua golongan yang tersesat, yaitu:
a.      Golongan Muaththilah
Yaitu, mereka yang mengingkari nama-nama Allah atau mengingkari sebagiannya saja. Menurut perkiraan mereka, menetapkan nama-nama dan sifat itu kepada Allah dapat menyebabkan tasybih (penyerupaan), yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Pendapat itu jelas keliru, karena:
Sangkaan itu akan mengakibatkan hal-hal yang bathil atau salah, karena Allah telah menetapkan untuk diri-Nya nama-nama dan sifat-sifat, serta me-nafii-kan sesuatu yang serupa dengan-Nya.
b.      Golongan Musyabbihah
Yaitu, golongan yang menetapkan nama-nama dan sifat-sifat, tetapi menyerupakan Allah dengan nash-nash-Nya. Hal ini jelas keliru ditinjau dari beberapa hal, antara lain:
Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya jelas merupakan sesuatu yang bathil, menurut akal maupun syaraa’. Padahal, tidak mungkin nash-nash kitab suci Al Qur-an dan Sunnah Rasul menunjukkan sesuatu yang bathil.
Di antara buah iman kepada Allah:
1.     Merealisasikan pengesaan Allah, sehingga tidak menggantungkan harapan kepada selain Allah, tidak takut kepada yang lain dan tidak menyembah kepada selain-Nya;
2.     Menyempurnakan kecintaan terhadap Allah, serta mengagungkan-Nya sesuai dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi;
3.     Merealisasikan ibadah kepada Allah dengan mengerjakan apa yang diperintah, serta menjauhi apa yang dilarang-Nya.

LATIHAN
Jawablah pertanyaan-peranyaan di bawah ini:
1.      Bagaimana cara mengimani wujud Allah?
2.      Apa yang dimaksud mengimani rububiyah Allah?
3.      Tuliskan salah satu dasar hukum mengimani Rububiyah Allah!
4.      Uraikan olehmu cara mengimani Uluhiyah Allah!
5.      Sebutkan dan jelaskan mengenai dua golongan yang tersesat dalam mengimani Asma dan Sifat Allah!

pelajaran akidah akhlak



PRINSIP-PRINSIP
AQIDAH ISLAM


Dasar Aqidah Islam adalah Iman kepada Allah, Iman kepada para Malaikat-Nya, Iman kepada kitab-kitab-Nya, Iman kepada para nabi dan rasul-Nya, Iman kepada hari akhir,serta Iman kepada takdir yang baik dan buruk, sebagaimana telah ditunjukkan dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Allah berfirman dalam kitab suci-Nya,
وَالْمَلآئِكَةِ الآخِرِ وَالْيَوْمِ بِاللّهِ آمَنَ مَنْ الْبِرَّ وَلَـكِنَّ وَالْمَغْرِبِ الْمَشْرِقِ قِبَلَ وُجُوهَكُمْ تُوَلُّواْ أَن الْبِرَّ لَّيْسَ
 وَالنَّبِيِّينَ وَالْكِتَابِ
 ” Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaiakt, kitab-kitab, nabi-nabi …” (QS. Al Baqarah, 177)
Diantara keimanan tersebut yang tertinggi adalah mengimani Allah, karena hal ini sangatlah penting dan wajib hukumnya demi merealisasikan pengesaan terhadap Allah dan menyempurnakan kecintaan kepada Allah, serta merealisasikan ibadah kepada Allah semata.
Iman kepada Allah mengandung empat unsur, yaitu:

1. Mengimani Wujud Allah
Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ dan indera.
Bukti Fithrah tentang wujud Allah adalah, bahwa iman kepada Sang Pencipta merupakan fithrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berfikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fithrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Rasulullah e bersabda, “Semua bayi dilahirkan dalam keadaan fithrah, ibu bapaknyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nashrani atau Majusi.” [HR. Al Bukhaari]
Bukti Akal tentang wujud Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu, sekarang maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan, karena setiap yang diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk tersebut di atas undang-undang yang indah, tersusun rapi dan saling terkait dengan erat antara sebab dan musababnya. Semua itu menolak keberadaan seluruh makhluk secara kebetulan, karena sesuatu yang ada karena kebetulan, pada awalnya tidak teratur. Kalau makhluk tidak dapat menciptakan dirinya sendiri dan tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, bahwa makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Rabb Semesta Alam.
Allah menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath’i di dalam Al Qur-an,
خَزَائِنُ عِندَهُمْ أَمْ - يُوقِنُونَ لَّا بَل وَالْأَرْضَ السَّمَاوَاتِ خَلَقُوا أَمْ - الْخَالِقُونَ هُمُ أَمْ شَيْءٍ غَيْرِ مِنْ خُلِقُوا أَمْ
  الْمُصَيْطِرُونَ هُمُ أَمْ رَبِّكَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau merekakah yang berkuasa?” (QS. Ath-Thur, 35-37)
Sebagai contoh, ketika ada orang yang datang kepada Anda dan bercerita tentang istana yang dibangun, dikelilingi kebun-kebun, dialiri sungai-sungai dan dialasi oleh hamparan karpet, serta dihiasi dengan perhiasan yang elok. Lalu, orang itu mengatakan, bahwa istana dengan segala kesempurnaannya tersebut tercipta dengan sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta. Maka, pasti Anda tidak akan percaya dan menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta lagi dungu. Kini, kami bertanya pada Anda, “Masih mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta apa-apa yang ada di dalamnya yang teratur sedemikian indahnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?”
Bukti Syara‘ tentang wujud Allah, adalah bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang hal itu. Seluruh hukum yang mengandung ke-mashlahat-an manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil, bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb Yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala ke-mashlahat-an makhlukNya.

Bukti Indrawi tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.     Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa, serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah.
Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah. Allah berfirman,
الْعَظِيمِ الْكَرْبِ مِنَ وَأَهْلَهُ فَنَجَّيْنَاهُ لَهُ فَاسْتَجَبْنَا قَبْلُ مِن نَادَى إِذْ وَنُوحاً
 “Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu, ketika ia berdo’a dan Kami memperkenankan do’anya, lalu Kami selamatkan dia beserta pengikutnya dari bencana yang besar.” )QS. Al-Anbiyaa, 76)
b.     Tanda-tanda para nabi yang disebut mukjizat, yang dapat disaksikan atau didengar oleh banyak orang.
Merupakan bukti yang sangat jelas tentang wujud Yang Mengutus para nabi tersebut, yaitu Allah. Karena hal-hal itu berada di luar kempampuan manusia. Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para rasul.

2. Mengimani Rububiyah Allah
Mengimani rububiyah Allah, maksudnya adalah mengimani sepenuhnya, bahwa Dia-lah Rabb satu-satunya, tiada sekutu dan tiada penolong bagi-Nya.
Rabb adalah Yang berhak menciptakan, memiliki, serta memerintah. Jadi, tidak ada Pencipta selain Allah, tidak ada Pemilik selain Allah dan tidak ada Perintah selain perintah dari-Nya. Tidak ada makhluk yang mengingkari ke-rububyiah-an Allah, kecuali orang yang yang congkak, sedang ia tidak meyakini kebenaran ucapannya. Seperti yang dilakukan Fir’aun, ketika berkata kepada kaumnya, “Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.” (QS. An-Naazi’aat, 24)
Nabi Musa ‘alaihi `s salaam berkata kepada Fir’aun, “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu’jizat-mu’jizat itu, kecuali Rabb yang memelihara langit dan bumi, sebagai bukti-bukti yang nyata. Dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa.” (QS. Al-Israa’, 102)
Oleh karena itu, sebenarnya orang-orang musyrik mengakui rububiyah Allah, meskipun mereka menyekutukan-Nya dalam uluhiyah (penghambaan). Allah berfirman,
 يُؤْفَكُونَ فَأَنَّى اللَّهُ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُمْ مَّنْ سَأَلْتَهُم وَلَئِن
 Dan sungguh, jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan mereka?’ Niscaya mereka menjawab, ‘Allah.’ Maka, bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. Az-Zukhruf, 87)
Perintah Allah mencakup perintah alam semesta (kauni) dan perintah syara’ (syar’i). Dia adalah pengatur alam, sekaligus sebagai pemutus segala perkara, sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya. Dia juga pemutus peraturan-peraturan ibadah, serta hukum-hukum mu’amalat sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya. Oleh karena itu, barangsiapa menyekutukan Allah dengan seorang pemutus ibadah atau pemutus mu’amalat, maka berarti dia telah menyekutukan Allah, serta tidak mengimani-Nya.

3. Mengimani Uluhiyah Allah
Artinya, benar-benar mengimani, bahwa Dia-lah Ialah yang benar dan satu-satunya, tidak ada sekutu bagiNya. Al Ilaah artinya ‘al ma’luh’, yakni sesuatu yang disembah dengan penuh kecintaan, serta pengagungan.

الْحَكِيمُ الْعَزِيزُ هُوَ إِلاَّ إِلَـهَ لاَ بِالْقِسْطِ قَآئِمَاً الْعِلْمِ وَأُوْلُواْ وَالْمَلاَئِكَةُ هُوَ إِلاَّ إِلَـهَ لاَ أَنَّهُ اللّهُ شَهِدَ

 “Allah menyatakan, bahwasannya tidak ada Ilaah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Ilaah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran, 18)
Allah berfirman tentang Latta, Uzza dan Manat yang disebut Tuhan, namun tidak diberi hak uluhiyah, “Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka. Dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka.” (QS. An Najm, 23)
Orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka masih saja mengambil tuhan selain Allah. Mereka menyembah, meminta bantuan dan pertolongan kepada tuhan-tuhan itu dan menyekutukan Allah.
Pengambilan tuhan-tuhan yang dilakukan orang-orang musyrik ini telah dibantah oleh Allah dengan dua bukti, yaitu:
a. Tuhan-tuhan yang diambil itu tidak mempunyai keistimewaan uluhiyah sedikit pun, karena mereka adalah makhluk, tidak dapat menciptakan, tidak dapat menarik kemanfaatan, tidak dapat menolak bahaya, tidak memiliki hidup dan mati, tidak memiliki sedikitpun dari langit dan tidak pula ikut memiliki keseluruhannya;
b. Sebenarnya orang-orang musyrik mengakui, bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb, Pencipta, yang ditangan-Nya kekuasaan segala sesuatu. Mereka juga mengakui,bahwa hanya Dia-lah yang dapat melindungi dan tidak ada yang dapat melindungi-Nya. Ini mengharuskan pengesaan uluhiyah (penghambaan), seperti mereka mengesakan rububiyah Allah.       

4. Mengimani Asma dan Sifat Alloh
Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah, yakni menetapkan nama-nama dan sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya sendiri dalam kitab suci-Nya, atau sunnah rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran-Nya tanpa tahrif (penyelewengan), ta’thil (penghapusan), takyif (menanyakan bagaimana) dan tamsil(menyerupakan). Allah berfirman,
 يَعْمَلُونَ كَانُواْ مَا سَيُجْزَوْنَ أَسْمَآئِهِ فِي يُلْحِدُونَ الَّذِينَ وَذَرُواْ بِهَا فَادْعُوهُ الْحُسْنَى الأَسْمَاء وَلِلّهِ
 “Hanya milik Allah Asma-ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu dan tinggalakanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raaf, 180)

Dalam perkara ini ada dua golongan yang tersesat, yaitu:
a.      Golongan Muaththilah
Yaitu, mereka yang mengingkari nama-nama Allah atau mengingkari sebagiannya saja. Menurut perkiraan mereka, menetapkan nama-nama dan sifat itu kepada Allah dapat menyebabkan tasybih (penyerupaan), yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Pendapat itu jelas keliru, karena:
Sangkaan itu akan mengakibatkan hal-hal yang bathil atau salah, karena Allah telah menetapkan untuk diri-Nya nama-nama dan sifat-sifat, serta me-nafii-kan sesuatu yang serupa dengan-Nya.
b.      Golongan Musyabbihah
Yaitu, golongan yang menetapkan nama-nama dan sifat-sifat, tetapi menyerupakan Allah dengan nash-nash-Nya. Hal ini jelas keliru ditinjau dari beberapa hal, antara lain:
Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya jelas merupakan sesuatu yang bathil, menurut akal maupun syaraa’. Padahal, tidak mungkin nash-nash kitab suci Al Qur-an dan Sunnah Rasul menunjukkan sesuatu yang bathil.
Di antara buah iman kepada Allah:
1.     Merealisasikan pengesaan Allah, sehingga tidak menggantungkan harapan kepada selain Allah, tidak takut kepada yang lain dan tidak menyembah kepada selain-Nya;
2.     Menyempurnakan kecintaan terhadap Allah, serta mengagungkan-Nya sesuai dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi;
3.     Merealisasikan ibadah kepada Allah dengan mengerjakan apa yang diperintah, serta menjauhi apa yang dilarang-Nya.

LATIHAN
Jawablah pertanyaan-peranyaan di bawah ini:
1.      Bagaimana cara mengimani wujud Allah?
2.      Apa yang dimaksud mengimani rububiyah Allah?
3.      Tuliskan salah satu dasar hukum mengimani Rububiyah Allah!
4.      Uraikan olehmu cara mengimani Uluhiyah Allah!
5.      Sebutkan dan jelaskan mengenai dua golongan yang tersesat dalam mengimani Asma dan Sifat Allah!